BAB I
PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang santun karena dalam islam sangat menjunjung tinggi
pentingnya etika, moral dan akhlak. Akhlak adalah hal yang terpenting
dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku,
tabi'at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam
hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama makhluk.
Rasulullah saw bersabda:
" Sesungguhnya hamba yang paling dicintai
Allah ialah yang paling baik akhlaknya".
Pada makalah ini kami akan memaparkan pengertian
secara umum etika, moral dan akhlak. Namun sebelum kami memaparkan secara lebih
detail mengenai etika, moral dan akhlak kami akan menjelaskan terlebih dahulu
mengenai latar belakang dan tujuan pembuatan makalah ini
1.
Latar Belakang
a. Latar Belakang Pemilihan Judul
·
Kami menyadari bahwa etika, moral dan akhlak
bangsa saat ini terutama remajanya sangat memprihatinkan sehingga kami
memfokuskan untuk membahas secara mendalam tentang realistis akhlak yang
menjadi fenomena dikalangan remaja bangsa kita pada umumnya sesuai dengan norma
agama islam pada khususnya. Makalah ini kami beri judul “Penerapan Etika, Moral
dan Akhlak dalam Kehidupan” karena judul ini kami rasa cukup untuk
menggambarkan fenomena tersebut diatas sesuai dengan isi makalah ini.
b. Latar Belakang Pembuatan makalah
·
Makalah ini kami buat untuk melengkapi uji
kompetensi kami dalam mata kuliah agama islam, jurusan Komputerisasi Akuntansi
Bina Sarana Informatika tahun 2011.
2.
Tujuan
a. Tujuan Umum
·
Diharapkan baik penyusun maupun pembaca dapat
lebih memahami dan menerapkan perihal Etika, Moral dan Akhlak dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga baik penyusun maupun pembaca dapat menjadi contoh yang
baik bagi lingkungannya.
b. Tujuan Khusus
·
Melengkapi uji kompentensi mata kuliah Agama
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ETIKA
1. Pengertian
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ”ethos”
yang berarti watak kesusilaan atau adat. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia, etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang
baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
2. Etika Dalam
Penerapan Kehidupan Sehari-hari
a. Etika
Berbeda Pendapat
·
Ikhlas dan mencari yang hak serta melepaskan
diri dari nafsu di saat berbeda pendapat.
·
Juga menghindari sikap show (ingin tampil) dan
membela diri dan nafsu.
·
Mengembalikan perkara yang diperselisihkan
kepada Kitab Al-Qur'an dan Sunnah.
·
Sebisa mungkin berusaha untuk tidak
memperuncing perselisihan, yaitu denga cara menafsirkan pendapat yang keluar
dari lawan atau yang dinisbatkan kepadanya dengan tafsiran yang baik.
· Berusaha sebisa mungkin untuk tidak mudah menyalahkan orang lain, kecuali
sesudah penelitian yang dalam dan difikirkan secara matang.
· Sedapat mungkin menghindari permasalahan-permasalahan khilafiyah dan
fitnah.
·
Berpegang teguh dengan etika berdialog dan
menghindari perdebatan, bantah membantah dan kasar menghadapi lawan.
b.
Etika Bergaul dengan orang lain
·
Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba
menghina atau menilai mereka cacat.
·
Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah
karakter dan akhlaq mereka, lalu pergaulilah mereka, masing-masing
menurut apa yang sepantasnya.
·
Mendudukkan orang lain pada kedudukannya dan
masing-masing dari mereka diberi hak dan dihargai.
·
Perhatikanlah mereka, kenalilah keadaan dan
kondisi mereka, dan tanyakanlah keadaan mereka.
·
Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu
orang lain. Berbicaralah kepada mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka.
·
Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan
memata-matai mereka.
·
Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan
mencari-cari kesalahankesalahannya dan tahanlah rasa benci terhadap mereka.
·
Dengarkanlah pembicaraan mereka dan hindarilah
perdebatan dan bantah membantah dengan mereka.
c.
Etika Buang Hajat
·
Segera membuang hajat.
·
Apabila seseorang merasa akan buang air maka
hendaknya bersegera melakukannya, karena hal tersebut berguna bagi agamanya dan
bagi kesehatan jasmani.
·
Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air
(hajat).
·
Menghindari tiga tempat terlarang, yaitu aliran
air, jalan-jalan manusia dan tempat berteduh mereka..
·
Tidak mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke
tanah, yang demikian itu supaya aurat tidak kelihatan.
·
Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan
Allah kecuali karena terpaksa.
·
Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat.
Adapun jika di dalam ruang (WC) atau adanya pelindung/ penghalang yang
membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh menghadap ke arah
kiblat.
·
Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak
mengalir).
·
Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan,
·
Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk, tetapi
boleh jika sambil berdiri.
·
Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing
sambil berdiri dengan syarat badan dan pakaiannya aman dari percikan air
kencingnya dan aman dari pandangan orang lain kepadanya.
·
Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali
darurat.
·
Makruh bersuci (istijmar) dengan mengunakan
tulang dan kotoran hewan.
·
Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki
kiri dan keluar dengan kaki kanan berbarengan dengan dzikirnya masing-masing.
·
Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat.
d.
Etika Di Jalan
·
Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak
berlagak sombong di saat berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau
mengalihkan wajah dari orang lain karena takabbur.
·
Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki
maupun perempuan.
·
Tidak mengganggu, yaitu tidak membuang kotoran,
sisa makanan di jalan-jalan manusia, dan tidak buang air besar atau kecil di
situ atau di tempat yang dijadikan tempat mereka bernaung.
·
Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang
tidak dikenal.
·
Beramar ma`ruf dan nahi munkar. Ini juga wajib
dilakukan oleh setiap muslim, masing-masing sesuai kemampuannya.
·
Menunjukkan orang yang tersesat (salah
jalan), memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan dan menegur orang yang
berbuat keliru serta membela orang yang teraniaya.
·
Perempuan hendaknya berjalan di pinggir jalan.
e.
Etika Jenazah dan Ta'ziah
·
Segera merawat janazah dan mengebumikannya untuk
meringankan beban keluarganya dan sebagai rasa belas kasih terhadap mereka.
·
Tidak menangis dengan suara keras, tidak
meratapinya dan tidak merobekrobek baju.
·
Disunatkan mengantar janazah hingga dikubur.
·
Memohonkan ampun untuk janazah setelah
dikuburkan.
·
Disunatkan menghibur keluarga yang berduka dan
memberikan makanan untuk mereka.
· Disunnatkan berta`ziah kepada keluarga korban dan menyarankan mereka untuk
tetap sabar, dan mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya milik Allahlah apa
yang telah Dia ambil dan milik-Nya jualah apa yang Dia berikan; dan segala
sesuatu disisi-Nya sudah ditetapkan ajalnya.
f.
Etika Makan dan Minum
·
Berupaya untuk mencari makanan yang halal.
·
Hendaklah makan dan minum yang kamu lakukan
diniatkan agar bisa dapat beribadah kepada Allah, agar kamu mendapat pahala
dari makan dan minummu itu.
·
Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika
tangan kamu kotor, dan begitu juga setelah makan untuk menghilangkan
bekas makanan yang ada di tanganmu.
·
Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan
minuman yang ada, dan jangan sekali-kali mencelanya.
·
Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau
dalam keadaan menyungkur.
·
Tidak makan dan minum dengan menggunakan bejana
terbuat dari emas dan perak.
·
Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan
membaca Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah.
·
Hendaknya makan dengan tangan kanan dan dimulai
dari yang ada di depanmu.
·
Disunnatkan makan dengan tiga jari dan menjilati
jari-jari itu sesudahnya.
·
Disunnatkan mengambil makanan yang terjatuh dan
membuang bagian yang kotor darinya lalu memakannya.
·
Tidak meniup makan yang masih panas atau
bernafas di saat minum.
·
Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan
minum.
·
Hendaknya pemilik makanan (tuan rumah) tidak
melihat ke muka orang-orang yang sedang makan, namun seharusnya ia menundukkan
pandangan matanya, karena hal tersebut dapat menyakiti perasaan mereka dan
membuat mereka menjadi malu.
·
Hendaknya kamu tidak memulai makan atau minum
sedangkan di dalam majlis ada orang yang lebih berhak memulai, baik kerena ia
lebih tua atau mempunyai kedudukan, karena hal tersebut bertentangan dengan
etika.
·
Jangan sekali-kali kamu melakukan perbuatan yang
orang lain bisa merasa jijik, seperti mengirapkan tangan di bejana, atau kamu
mendekatkan kepalamu kepada tempat makanan di saat makan, atau berbicara dengan
nada-nada yang mengandung makna kotor dan menjijik-kan.
·
Jangan minum langsung dari bibir bejana, berdasarkan
hadits Ibnu Abbas beliau berkata, “Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang
minum dari bibir bejana wadah air.” (HR. Al Bukhari)
·
Disunnatkan minum sambil duduk, kecuali jika
udzur, karena di dalam hadits Anas disebutkan “Bahwa sesungguhnya Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang minum sambil berdiri”. (HR. Muslim).
g. Etika Pergaulan Menurut Islam
Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan
lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat
mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang “masih hidup” di
dunia ini.
Tiga kunci utama dalam
pergaulan, antara lain :
1)
Ta’aruf
Ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan
melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan ta’aruf kita
dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri
khas pada diri seseorang.
2)
Tafahum
Memahami, setelah kita
mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua yang ia sukai dan yang ia
benci. Dengan memahami kita dapat memilih dan memilah siapa yang harus menjadi
teman bergaul kita dan siapa yang harus kita jauhi.
3)
Ta’awun
Sikap ta’awun (saling menolong). Islam sangat menganjurkan kepada
ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullullah SAW
telah mengatakan bahwa “Bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli dengan
urusan umat Islam yang lain”.
Al-Ma`idah ayat ke-2 :
Tolong menolonglah kalian di atas kebaikan dan ketaqwaan,
dan janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Bertaqwa
(takut)lah kalian kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Keras
adzab-Nya.”
Ta’aruf, tafahum , dan ta’awun tidak akan ada
artinya jika dasarnya bukan ikhlas karena Allah.
h.
Etika Berbicara
·
Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan.
·
Hendaknya pembicaran dengan suara yang dapat
didengar, tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah, ungkapannya jelas
dapat difahami oleh semua orang dan tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan.
·
Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna
bagimu.
·
Janganlah kamu membicarakan semua apa yang kamu
dengar. Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu di dalam hadisnya menuturkan :
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Cukuplah
menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang
telah ia dengar".(HR. Muslim)
·
Menghindari perdebatan dan saling membantah,
sekali-pun kamu berada di fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta
sekalipun bercanda. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang
menghindari bertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana
di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun
bercanda". (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
·
Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa.
Aisyah Radhiallaahu 'anha. telah menuturkan: "Sesungguhnya Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila membicarakan suatu pembicaraan,
sekiranya ada orang yang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya".
(Mutta-faq'alaih).
·
Menghindari perkataan jorok (keji). Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Seorang mu'min itu pencela atau
pengutuk atau keji pembicaraannya". (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab
Mufrad, dan dishahihkan oleh Al-Albani).
·
Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak
bicara di dalam berbicara. Di dalam hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu disebutkan:
"Dan sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh
dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang
berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun". Para sahabat
bertanya: “Wahai Rasulllah, apa arti mutafaihiqun? Nabi menjawab:
"Orang-orang yang sombong". (HR. At-Turmudzi, dinilai hasan oleh
Al-Albani).
·
Menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan
mengadu domba. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Dan
janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain".(Al-Hujurat: 12).
·
Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik
dan tidak memotongnya, juga tidak menampakkan bahwa kamu mengetahui apa yang
dibicarakannya, tidak menganggap rendah pendapatnya atau mendustakannya.
·
Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi
berikanlah kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.
·
Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan
yang menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang
lain dan kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian,
permusuhan dan pertentangan.
·
Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan
memandang rendah orang yang berbicara. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman
yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum
mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan)
lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan), dan jangan pula wanita-wanita
(mengolokolokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang
diperolokolokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan)”. (Al-Hujurat:
11).
i.
Etika Berkomunikasi Lewat Telepon
·
Ceklah dengan baik nomor telepon yang akan anda
hubungi sebelum anda menelpon agar anda tidak mengganggu orang yang sedang
tidur atau mengganggu orang yang sedang sakit atau merisaukan orang lain.
·
Pilihlah waktu yang tepat untuk berhubungan via
telepon, karena manusia mempunyai kesibukan dan keperluan, dan mereka juga
mempunyai waktu tidur dan istirahat, waktu makan dan bekerja.
·
Jangan memperpanjang pembicaraan tanpa alasan,
karena khawatir orang yang sedang dihubungi itu sedang mempunyai pekerjaan
penting atau mempunyai janji dengan orang lain.
·
Hendaknya wanita tidak memperindah suara di saat
ber-bicara (via telpon) dan tidak berbicara melantur dengan laki-laki. Allah
berfirman yang artinya: “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan
yang baik”. (Al-Ahzab: 32).
·
Maka hendaknya wanita berhati-hati, jangan
berbicara diluar kebiasaan dan tidak melantur berbicara dengan lawan jenisnya
via telepon, apa lagi memperpanjang pembicaraan, memperindah suara,
memperlembut dan lain sebagainya.
·
Hendaknya penelpon memulai pembicaraannya dengan
ucapan Assalamu’alaikum, karena dia adalah orang yang datang, maka dari itu ia
harus memulai pembicaraannya dengan salam dan juga menutupnya
dengan salam.
·
Tidak memakai telpon orang lain kecuali seizin
pemilik-nya, dan itupun bila terpaksa.
·
Tidak merekam pembicaraan lawan bicara kecuali
seizin darinya, apapun bentuk pembicaraannya. Karena hal tersebut merupakan
tindakan pengkhianatan dan mengungkap rahasia orang lain, dan inilah tipu
muslihat. Dan apabila rekaman itu kamu sebarluaskan maka itu berarti lebih
fatal lagi dan merupakan penodaan terhadap amanah. Dan termasuk di dalam hal
ini juga adalah merekam pembicaraan orang lain dan apa yang terjadi di antara
mereka. Maka, ini haram hukumnya, tidak boleh dikerjakan!
·
Tidak menggunakan telepon untuk keperluan yang
negatif, karena telepon pada hakikatnya adalah nikmat dari Allah yang Dia
berikan kepada kita untuk kita gunakan demi memenuhi keperluan kita. Maka tidak
selayaknya jika kita menjadikannya
sebagai bencana, menggunakannya untuk mencari-cari kejelekan dan kesalahan
orang lain dan mencemari kehormatan mereka, dan menyeret kaum wanita ke jurang
kenistaan. Ini haram hukumnya, dan pelakunya layak dihukum.
j.
Etika Bertetangga
·
Menghormati tetangga dan berprilaku baik
terhadap mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, sebagaimana
di dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu : “....Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memu-liakan tetangganya”. Dan di
dalam riwayat lain disebutkan: “hendaklah ia berprilaku baik terhadap
tetangganya”. (Muttafaq’alaih).
·
Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu
tetangga kita, tidak membuat mereka tertutup dari sinar mata hari atau udara,
dan kita tidak boleh melampaui batasnya, apakah merusak atau mengubah miliknya,
karena hal tersebut menyakiti perasaannya.
·
Hendaknya Kita memelihara hak-haknya di saat
mereka tidak di rumah. Kita jaga harta dan kehormatan mereka dari tangan-tangan
orang jahil; dan hendaknya kita ulurkan tangan bantuan dan pertolongan kepada
mereka yang membutuhkan, serta memalingkan mata kita dari wanita mereka dan
merahasiakan aib mereka.
·
Tidak melakukan suatu kegaduhan yang mengganggu
mereka, seperti suara radio atau TV, atau mengganggu mereka dengan melempari
halaman mereka dengan kotoran, atau menutup jalan bagi mereka. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Demi Allah, tidak beriman; demi
Allah, tidak beriman; demi Allah, tidak beriman! Nabi ditanya: Siapa, wahai
Rasulullah? Nabi menjawab: “Adalah orang yang tetangganya tidak merasa tentram
karena perbuatan-nya”. (Muttafaq’alaih).
·
Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran
kepada mereka, dan seharusnya kita ajak mereka berbuat yang ma`ruf dan mencegah
yang munkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasihat baik tanpa maksud menjatuhkan
atau menjelek-jelekkan mereka.
·
Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada
tetangga kita. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda kepada Abu
Dzarr: “Wahai Abu Dzarr, apabila kamu memasak sayur (daging kuah), maka
perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu”. (HR. Muslim).
·
Hendaknya kita turut bersuka cita di dalam
kebahagiaan mereka dan berduka cita di dalam duka mereka; kita jenguk bila ia
sakit, kita tanyakan apabila ia tidak ada, bersikap baik bila menjumpainya; dan
hendaknya kita undang untuk sayang
kepada kita.
·
Hendaknya kita tidak mencari-cari
kesalahan/kekeliruan mereka dan jangan pula bahagia bila mereka keliru, bahkan
seharusnya kita tidak memandang kekeliruan dan kealpaan mereka.
·
Hendaknya kita sabar atas prilaku kurang baik
mereka terhadap kita. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Ada
tiga kelompok manusia yang dicintai Allah.... –Disebutkan di antaranya-
:Seseorang yang mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh
tetangganya, namun ia sabar atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah oleh
kematian atau keberangkatannya”. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
B. MORAL
Secara kebahasaan perkataan
moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang merupakan bentuk
jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus umum
bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap
perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan
batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar,
salah, baik, buruk,layak atau tidak layak,patut maupun tidak patut.
Moral dalam istilah dipahami juga sebagai:
1.
prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan
salah, baik dan buruk.
2.
Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan
salah.
3.
Ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang
baik.
Moral ialah tingkah laku yang telah ditentukan
oleh etika. Tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika sama ada baik atau
buruk dinamakan moral. Moral terbagi menjadi dua yaitu :
a.
Baik; segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh
etika sebagai baik
b.
Buruk; tingkah laku yang dikenal pasti oleh
etika sebagai buruk.
Moral juga diartikan sebagai ajaran baik dan buruk perbuatan dan kelakuan,
akhlak, kewajiban, dan sebagainya (Purwadarminto, 1956 : 957). Dalam moral
diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu
perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan
kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang salah.
Dengan demikian moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.
Moral dapat diukur secara subyektif dan obyektif. Kata hati atau hati nurani
memberikanukuran yang subyektif, adapun norma memberikan ukuran yang obyektif.
(Hardiwardoyo,1990). Apabila hati nurani ingin membisikan sesuatu yang benar,
maka norma akan membantu mencari kebaikan moral.
Kemoralan merupakan sesuatu yang berkait dengan peraturan-peraturan masyarakat
yang diwujudkan di luar kawalan individu. Dorothy Emmet(1979) mengatakan bahawa
manusia bergantung kepada tatasusila, adat, kebiasaan masyarakat dan agama
untuk membantu menilai tingkahlaku seseorang.
C. AKHLAK
1.
Pengertian AKhlak
Ada dua pendekatan untuk mendefenisikan
akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi
(peristilahan). Akhlak berasal dari bahasa arab yakni khuluqun yang diartikan:
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat
pada diri seseorang yang dapat memunculkan
perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Sedangkan
sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang
tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak
tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya
sehari-hari.
Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke derajat yang
tinggi dan mulia. Akhlak yang buruk akan membinasakan seseorang insan dan juga
akan membinasakan ummat manusia. Manusia yang mempunyai akhlak yang buruk
senang melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Senang melakukan kekacauan,
senang melakukan perbuatan yang tercela, yang akan membinasakan diri dan
masyarakat seluruhnya. Nabi S.A.W.bersabda yang bermaksud: "Orang Mukmin
yang paling sempurna imannya, ialah yang paling baik
akhlaknya."(H.R.Ahmad).
Nabi S.A.W.bersabda yang maksudnya:"Sesungguhnya aku diutus adalah
untuk menyempurnakan budipekerti yang mulia."(H.R.Ahmad).
Wa innaka la'ala khuluqin 'adzim, yang artinya: ”Sesungguhnya engkau
(Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung” (Al Qalam:4).
2.
Macam-Macam Akhlak
a.
Akhlak kepada Allah
·
Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan
perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim
beribadah membuktikanketundukkan terhadap perintah Allah.
·
Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah
dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam
hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
·
Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja
kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan
keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan
Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat luar
biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu berusaha
dan berdo’a merupakan dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh
dalam aktifitas hidup setiap muslim.Orang yang tidak pernah berdo’a adalah
orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu
dipandang sebagai orang yang sombong ; suatu perilaku yang tidak disukai Allah.
·
Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri
sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari
suatu keadaan.
·
Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di
hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang
Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong,
tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada
Allah.
b.
Akhlak kepada diri sendiri
·
Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya
sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang
menimpanya. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan
dan ketika ditimpa musibah.
·
Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas
pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan
dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah
dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan
denganmenggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
·
Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai
siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk
melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa
diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain
c.
Akhlak kepada keluarga
Akhlak terhadap keluarga
adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggotakeluarga yang diungkapkan
dalam bentuk komunikasi.
Akhlak kepada ibu bapak adalah
berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan. Berbuat baik kepada
ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain : menyayangi dan
mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan
dan lemah lembut, mentaati perintah, meringankan beban, serta menyantuni mereka
jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha.
Komunikasi yang didorong oleh
rasa kasih sayang yang tulus akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga.
Apabila kasih sayang telah mendasari komunikasi orang tua dengan anak, maka
akan lahir wibawa pada orang tua. Demikian sebaliknya, akan lahir kepercayaan
orang tua pada anak oleh karena itu kasih sayang harus menjadi muatan utama
dalam komunikasisemua pihak dalam keluarga.
Dari komunikasi semacam itu
akan lahir saling keterikatan batin,keakraban, dan keterbukaan di antara
anggota keluarga dan menghapuskan kesenjangan di antara mereka. Dengan demikian
rumah bukan hanya menjadi tempat menginap, tetapi betul-betul menjadi tempat
tinggal yang damai dan menyenangkan, menjadi surge bagi penghuninya. Melalui
komunikasi seperti itu pula dilakukan pendidikan dalam keluarga, yaitu
menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak sebagai landasan bagi pendidikan
yang akan mereka terima pada masa-masa selanjutnya.
d.
Akhlak kepada sesama manusia
(1). Akhlak terpuji ( Mahmudah )
· Husnuzan
Berasal dari lafal husnun ( baik ) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan berarti
prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni
berprasangka buruk terhadap seseorang. Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib,
wujud husnuzan kepada Allah dan Rasul-Nya antara lain:
a.
Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua
perintah Allah dan Rasul-Nya Adalah untuk kebaikan manusia
b.
Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua
larangan agama pasti berakibat buruk.
Hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan). Husnuzan
kepada sesama manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat suatu
kebaikan. Husnuzan berdampak positif berdampak positif baik bagi pelakunya
sendiri maupun orang lain.
· Tawaduk
Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang
merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur. Allah
berfirman , Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya, dengan penuh kasih
sayang dan ucapkanlah, ”Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Q.S. Al Isra/17:24)
Ayat di atas menjelaskan perintah tawaduk kepada kedua orang tua.
· Tasamu
Artinya sikap tenggang rasa,
saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia. Allah berfirman,
”Untukmu agamamu, dan untukku agamaku (Q.S.Alkafirun/109: 6)
Ayat tersebut menjelaskan
bahwa masing-masing pihak bebas melaksanakan ajaran agama yang diyakini.
· Ta’awun
Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengansesama
manusia. Allah berfirman, ”...dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan...”(Q.S. Al Maidah/5:2)
(2).
Akhlak tercela ( Mazmumah )
· Hasad
Artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu
melihat orang lain beruntung. Allah berfirman, ”Dan janganlah kamu iri hati
terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atassebagian
yang lain.(Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan
bagi perempuan (pun) ada bagian dari mereka usahakan.
Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya...” (Q.S. AnNisa/4:32)
· Dendam
Dendam yaitu keinginan keras
yang terkandung dalam hati untuk membalas kejahatan. Allah berfirman, ”Dan jika
kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang
ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhlah itulah yang
terbaik bagi orang yang sabar” (Q.S. An Nahl/16:126)
· Gibah dan Fitnah
Membicarakan kejelekan orang lain dengan tujuan untuk menjatuhkan nama
baiknya. Apabila kejelekan yang dibicarakan tersebut memang dilakukan orangnya
dinamakan gibah. Sedangkan apabila kejelekan yang dibicarakan itu tidak benar,
berarti pembicaraan itu disebut fitnah. Allah berfirman, ”...dan janganlah ada
diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu
yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa
jijik...” (Q.S. Al Hujurat/49:12).
· Namimah
Adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan seseorang
yang belum tentu benar kepada orang lain dengan maksud terjadi perselisihan
antara keduanya. Allah berfirman, ”Wahai orang-orang yang beriman! Jika
seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita maka telitilah
kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan
(kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (Q.S. Al
Hujurat/49:6).
D. PERBEDAAN ETIKA,MORAL DAN
AKHLAK
Perbedaan antara akhlak dengan moral
dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau standar ukuran baik dan buruk
yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan
Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau
kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat jika masyarakat menganggap suatu
perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai perbuatan itu. Dengan demikian
standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan standar
akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan
cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik
merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan
dalam prilaku nyata sehari-hari. Inilah yang menjadi misi diutusnya Rasul
sebagaimana disabdakannya : “ Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak
manusia.”(Hadits riwayat Ahmad).
Secara umum dapat
dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah
akumulasi dari aqidah dan syari’at yang bersatu
secara utuh dalam diri seseorang. Apabila aqidah telah mendorong pelaksanaan
syari’at akan lahir akhlak yang baik, atau dengan kata lain akhlak merupakan
perilaku yang tampak apabila syari’at Islam telah dilaksanakan
berdasarkan aqidah.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang
baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran. moral adalah penetuan baik buruk
terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk
menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai
dinyatakan benar, salah, baik, buruk,layak atau tidak layak,patut maupun tidak
patut. Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak
mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi'at, perangai, karakter manusia
yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama
makhluk.
Ketiga hal tersebut (etika, moral dan akhlak) merupakan hal yang paling penting
dalam pembentukan akhlakul karimah seorang manusia. Dan manusia yang paling
baik budi pekertinya adalah Rasulullah S.A.W.
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat
yang mulia menyatakan: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia
yang paling baik budi pekertinya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Dan diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun
penyusun dapat menerapkan etika, moral dan akhlak yang baik dan sesuai dengan
ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak sesempurna Nabi
Muhammad S.A.W , setidaknya kita termasuk kedalam golongan kaumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar